Monday, November 5, 2012

Angkot 56 : Kisah Dan Pengalaman Antara Cileungsi Dan UKI

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat ketika saya menengok jam di HP. "Wah, berebutan lagi deh", gumamku dalam hati. Saat itu saya sedang berada di prapatan cileungsi, setelah turun dari angkot biru (tanpa nomor) jurusan jonggol - cileungsi biasanya diteruskan menaiki angkot 56 berwarna merah tua jurusan cileungsi - UKI untuk mencapai tempat kerja saya di daerah pulo mas. Namun biasanya di Senin pagi ini, angkot 56 menjadi barang langka yang susah dicari. Kalaupun ada anda harus rela berjibaku dan berebutan dengan penumpang lain yang sudah menunggu dari awal. 



Akhirnya kulangkahkan kakiku meninggalkan pangkalan 56 di depan Ramayana yang memang sudah tidak ada angkot 56-nya, hanya terlihat beberapa penumpang yang menunggu disitu dengan berharap akan datangnya angkot 56 dari arah terminal cileungsi (terminal yang jarang dipakai, karena penumpang lebih memilih naik dan turun di prapatan cileungsi). Melintasi prapatan cileungsi kuhentikan langkahku di tempat biasanya angkot 56 menurunkan penumpang, terlihat sudah banyak calon penumpang berdiri disana dengan wajah gelisah dan kesal menunggu datangnya angkot 56 yang balik arah dari UKI, biasanya di saat seperti ini ada beberapa omprengan yang melayani arah tujuan ke UKI, namun saat itu tidak terlihat mungkin sudah mengangkut penumpang lain pikirku. Beberapa menit kemudian terlihatlah dari ujung jalan sebuah angkot 56 melintas menuju kesini, seluruh calon penumpang yang memang sudah dari tadi menunggu segera bersiap-siap dan menghampiri datangnya angkot tersebut, bahkan ada beberapa orang yang sudah berlari mendatangi angkot tersebut. Kekisruhan makin terjadi ketika angkot semakin mendekat, bahkan kini seluruh calon penumpang malah ikutan berlarian semua dan berusaha sedekat mungkin dengan pintu angkot dan berebut masuk ke dalam angkot. Hal ini dapat dipahami karna jumlah calon penumpang saat itu melebihi kapasitas angkot, bila tidak dapat naek angkot ini maka harus menunggu datangnya angkot lain yang jaraknya bisa 5 sampai 10 menit. Beberapa perkataan dan sumpah serapah pun keluar dari mulut penumpang ketika terjadi kemelut di pintu angkot :

"Woyyy, kasih lewat yang turun donk"
"Oii pak jangan nyelak donk pakkk"
"Masuknya buruan donk, nanti gw gak dapet duduk nihh"
"Aduh tas gw kejepit nih, gw gak bisa masuk"
"Pada kasar-kasar amat sih, kasih masuk yang cewek dulu nape"
"Sabaran donk, ini gw juga lagi usaha masuk"

dan beberapa perkataan lainnya yang mengingatkan kita pada suasana mudik saat menaiki kereta atau bis. Saya yang sudah terbiasa menghadapi kejadian seperti itu mempunyai strategi tersendiri agar bisa masuk dalam angkot (heran... naek angkot aja pake strategi kayak maen bola aja), ketika angkot mendekat biasanya saya berlari agak ke kanan kemudian ketika angkot mulai berhenti segera melesat ke bagian belakang pintu tengah angkot. Karna yang sudah-sudah saya perhatikan biasanya penumpang terpaku di antara pintu tengah dan pintu depan sehingga banyak berkumpul disitu, akibatnya ketika akan masuk ke angkot "pesaingnya" banyak untuk memperebutkan tempat duduk didalam. Ketika angkot sudah terlihat penuh pintupun ditutup, calon penumpang yang tidak kedapatan naik menampakan wajah lelah dan lesu sambil memandang angkot yang mulai berjalan. Yah, itulah rutinitas yang harus saya alami setiap senin pagi, bagaimana dengan anda

No comments:

Post a Comment