Dalam kurun waktu 1-2 tahun lalu, marak terjadi kegiatan penegakan hukum yang justru mencederai rasa keadilan di masyarakat. Seorang nenek diadili karena dituduh mencuri 2 buah kakao (cokelat) yang nilainya tak lebih dari Rp 5.000,-. Lain lagi kejadian pencurian sebuah semangka yang nilainya tidak lebih dari Rp 30.000,- yang berujung ke pengadilan. Hampir dalam semua penanganan kasus tersebut, para tersangka dikenakan penahanan yang bagi masyarakat hal itu tidak pantas karena nilai obyek tindak pidana tidaklah besar untuk kondisi ekonomi saat ini.
Pencurian tetaplah
pencurian. Perkara pencurian dengan nilai barang yang relatif kecil tersebut diproses
dengan hukum acara biasa dan karena Penuntut Umum mendakwa para terdakwa dengan
pidana pencurian biasa Pasal 362 KUHP. Karena Pasal 362 KUHP yang mengatur
pencurian ringan terbatas pada barang atau uang yang nilainya di bawah Rp
250,-. Nilai tersebut sudah tidak relevan lagi dalam kondisi ekonomi saat ini
dan hampir sulit ditemui barang ekonomis yang bernilai di bawah Rp 250,-.
Sejak diberlakukannya
KUHP dan perubahan-perubahannya yang terakhir kali pada 1960, seluruh nilai
uang yang dinyatakan dalam KUHP belum pernah disesuaikan dengan kondisi ekonomi
saat ini. Maka dengan penyesuaian nilai uang yang dinyatakan dalam KUHP dengan
kondisi ekonomi saat ini, perkara tindak pidana ringan seperti pencurian
ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan sejenisnya dapat ditangani
secara proporsional mengingat ancaman hukum paling tinggi yang dapat dijatuhkan
hanya tiga bulan penjara dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat
dikenakan penahanan. Karena pemeriksaan dapat dilakukan dengan acara
pemeriksaan cepat.
Atas dasar pemikiran tersebut,
Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP
pada 27 Februari 2012. Perma ini mengatur kenaikan nilai uang denda atau nilai
kerugian yang tercantum dalam Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penipuan
ringan), Pasal 379 (penggelapan ringan), Pasal 384, Pasal 407 dan Pasal 482
KUHP dari sebesar Rp 250,- menjadi Rp 2,5 juta atau dengan kata lain
penyesuaian dengan melipatgandakan sebanyak seribu kali berdasarkan perhitungan
harga emas yang berlaku dulu dan kini.
Mahkamah Agung menyadari
bahwa materi KUHP adalah materi muatan undang-undang yang perubahannya
memerlukan peran DPR. Perma ini sama sekali tidak bermaksud mengubah KUHP, MA
bermaksud melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai
dengan kondisi ekonomi saat ini. Penegak hukum khususnya hakim diharapkan dapat
memberikan rasa keadilan yang lebih hakiki kepada masyarakat dengan adanya
Perma ini.
Perma secara formal hanya
mengikat internal pengadilan. Oleh karena itu Mahkamah Agung bersama Kementrian
Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI yang tergabung dalam Forum
Mahkumjakpol menandatangani nota kesepahaman terkait implementasi Perma ini
pada 17 Oktober 2012. Dengan demikian nyata kesadaran kuat dari aparat penegak
hukum dalam memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat
Sumber : Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2012
No comments:
Post a Comment