Thursday, February 14, 2013

Arbitrase / Alternatif Penyelesaian Sengketa

Oleh H. Priyatna Abdurrasyid*




Anggota masyarakat yang sedang membangun mau tidak mau akibat berbagai kegiatan akan bergesekan satu dengan yang lainnya. Dan di dalam pergesekan tersebut, tidak dapat dicegah terjadinya pertentangan-pertentangan yang akhirnya akan menjelma sebagai suatu sengketa atau ketidak sefahaman yang dapat terjadi setiap saat. Keadaan pertentangan tersebut sekilas tampak tidak berarti dan kecil sehingga mungkin saja terabaikan akan tetapi tiba-tiba muncul tanpa diperhitungkan sebelumnya. Dari sejarah kemanusiaan sejak awal kehidupan, manusia yang terlibat dengan sengketa / pertentangan merasakan perlu adanya ketentuan-ketentuan penyelesaian, meniadakan atau setidak-tidaknya mengurangi kadar yang dapat merugikan. Tata cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui perorangan, institusi, kelompok, wilayah atau negara. Dalam usaha-usaha penyelesaiannya, akan tampak bahwa bentuk sengketa beraneka ragam dan keaneka ragamannya menentukan inti permasalahan, setiap permasalahan memiliki sekian banyak liku-liku. Akan  tetapi  pada  akhirnya  inti pokoknya  akan  muncul ke permukaan. Berbagai faktor individual maupun pengaruh lingkungan akan menguasai emosi para pihak yang bersengketa tanpa disadari bahwa kehidupan manusia telah diatur dan dipermudah oleh ketentuan-ketentuan hukum, yang memiliki jalur-jalur pasti, dalam jalur mana dapat dicarikan penyelesaiannya. Maka didalam usaha menelusuri jalur-jalur hukum tersebut, peranan para ahli hukum dan para ahli profesi lainnya sangat menentukan. Keputusan para ahli ini dapat dilakukan melalui lembaga resmi negara seperti Pengadilan Negeri, atau yang kini telah berlangsung sejak lama di forum nasional maupun internasional, dilakukan melalui mekanisme Arbitrase / Alternatif Penyelesaian Sengketa – APS, (Alternative Dispute Resolution – ADR) yang memiliki hukum/ketentuan/kebiasaan-kebiasaan khusus. Oleh karena itu bagi mereka yang menggeluti berbagai profesi, alangkah efektifnya bilamana menguasai peraturan – prinsip – kebiasaan Hukum Arbitrase / APS. Hukum Arbitrase / APS yang merupakan percampuran – pertautan berbagai sistem hukum di dunia, yang bersifat internasional, universal, global dan trans nasional agar dapat melakukan usaha-usaha penyelesaian sengketa yang mungkin sedang dihadapi melalui Arbitrase / APS. Prinsip-prinsip apakah dan bidang-bidang hukum mana saja yang perlu dikenal oleh para ahli berbagai profesi tersebut.
1.   Yang pasti para pihak yang bersengketa dan terjun dalam usaha kegiatan bisnis apapun membutuhkan asistensi para ahli profesi, pengacara dan ahli-ahli lain, karena hanya merekalah yang dapat menunjukan jalan hukum dan bisnis melalui jalur yang paling tepat.

2.    Perlu diketahui bahwa yang didefinisikan sebagai Arbitrase itu adalah menyerahkan sengketa / ketidak sefahaman yang terjadi di antara 2 orang / pihak atau lebih untuk diberi putusan, setelah didengar ke-2 belah pihak yang bersengketa, melalui hukum / aturan yang disepakati bersama (the law of the partieslaw of procedure), yang dilakukan oleh pihak ke-3 yang professional dan memberikan putusannya dan disepakati diterima secara final dan mengikat (dan bukan merupakan Pengadilan Negeri akan tetapi diakui sebagai Pengadilan Swasta) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

3.   Memiliki tata-cara penyelesaian sengketa melalui Hukum Arbitrase / APS melalui kemampuan menilai apakah sengketa-sengketa yang timbul dapat diselesaikan berdasarkan jalur-jalur sebagai berikut:

1)    Fast track, yakni yang sifatnya sederhana dan kadang-kadang lebih baik diselesaikan melalui mediasi (dan kalau melalui arbitrase dengan arbiter tunggal) yang mengarah kepada win-win solution, karena dinilai sebaiknya diselesaikan bukan melalui law imposing (penerapan hukum secara mutlak), atau truth / fact finding (melihat kebelakang apa sebenarnya yang telah terjadi), akan tetapi mengarah kepada problem solving yang bersifat win-win dan melihat kedepan. Oleh karena itu perlu diteliti apakah bentuk arbitrase yang akan dilakukan itu adalah, general arbitration (menyelesaikan berbagai bentuk dan macam sengketa yang terjadi), atau restricted arbitration (beberapa macam dan bentuk sengketa tidak dibenarkan diselesaikan melalui arbitrase), atau narrow arbitration (disepakati hanya untuk sengketa-sengketa tertentu saja).
2)     Standard track, sengketa yang sifatnya rutin.
3)     Complex track, sengketa yang sifatnya penuh kompleksitas.

4.   Dipelajari apakah ada perjanjian arbitrase (arbitration clause) dan apakah perjanjian ini memenuhi persyaratan-persyaratan dan berisikan elemen-elemen, sebagai berikut.
1.     The parties.
2.     In writing.
3.     Recitals.
4.     Date.
5.     Signature.
6.     Location.
7.     Publication.
         
5.  Sengketa – selisih pendapat dapat diselesaikan melalui sistem / mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (aps), yakni :
1.     Dialogue.
2.     Negotiation.
3.     Mediation.
4.     Conciliation.
5.     Dispute Prevention.
6.     Binding opinion.
7.     Valuation.
8.     Expert Appraisal.
9.     Expert Determination.
10. Special Masters.
11. Ombudsmen.
12. Minitrial.
13. Private Judges.
14. Summary Trial.
15. Musyawarah untuk mufakat.
16. Runggun Adat.
17. Begundem.
18. Rembug Desa.
19. Hakim Perdamaian.
20. Barangay / Barrio.
21. Quality Arbitration.
22. Arbitration.
23. Combination of Processes.

6.     Berbagai sengketa selalu dapat diselesaikan melalui mekanisme Arbitrase / APS. Sengketa-sengketa tersebut misalnya yang mengenai:
a.      Patent.
b.     Design.
c.     Intellectual Property Right.
d.     Consultation.
e.      Copy Right.
f.       Agency.
g.     Licensing.
h.     Franchise.
i.        Insurance.
j.        Construction.
k.     Trade.
l.        Industry.
m.   Environment.
n.     Fabrication.
o.     Distribution.
p.     Maritime / Shipping.
q.     Land/Sea/Air Transportation.
r.       Mining.
s.      Joint Venture.
t.       Banking.
u.     Finance.
v.     Sport.
w.   Air and Space Commercialization.
1)     Aviation.
2)     Direct Broadcasting.
3)     Telecommunication.
4)     Remote Sensing.
5)     Space Commercial Utilization.
6)     Internet.
x. E-Commerce

7.     Alangkah baiknya kalau para konsultan hukum / pengacara yang dilibatkan mengenal berbagai sistem hukum dunia, yakni :
Comparative Law (the study of the various world legal systems).
-         The Common Law.
-         Laws of the U.S.A.
-         Socialist Law.
-         Muslim Law.
-         Law of India.
-         Chinese Law.
-         Japanese Law.
-         Laws of Africa and Madagascar.
-         Customary Laws.
-         Continental Law.
-         Germanic Law.
-         Laws of the Pacific Region.
-         Laws of Central and South Americas.
-         Laws, doctrines, principles of Arbitration – ADR.

8.     Perbandingan Arbitrase – Mediasi.
Arbitration :                       Mediation :
- Tribunal Control.               - Party Control.
- Imposed Decision.             - Party Decision.
- Binding.                             - Not Binding.
- Due Process                      - No Rules.
- Formal Evidence.               - Private Discussion.

9.     Perbandingan Litigasi – Arbitrase.
Litigation                                                          Arbitration
- Imposed system.                                              - Consensus.
- Legal Precision.          - Certain.                    -   - Justice.
- Public.                       - Binding.                   -   - Private.
- Appealable.                - Legally Satisfactory. -    - Final.
- Formal                       - Enforceable.             -   -Flexible.

10. Tata cara pemilihan arbiter.
·        Majelis :
-         disepakati bersama.
-         Ditetapkan oleh suatu Lembaga Arbitrase / aps seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Akan tetapi perlu diingat, bahwa mereka yang dipilih / diangkat bukan wakil, konsultan, penasihat, pengacara dari yang memilih/mengangkat tadi.

11. Syarat – syarat arbiter.
-         Mastering E-commerce, familiar with issues of various systems of the law.
-         Independent.
-         No secrecy in conjunction with facts / issues / circumstances, which might give rise to any doubt as to his independence / impartiality.
-         Equal treatment / equitable.
-         Concern with the time limitation.
-         Confidential.
-         Right to remuneration.
-         Entitle to honest cooperation.
-         Challengable.
-         Contract of investiture / receptum arbitrii.
-         May be dismissed.
12. Beberapa ketentuan arbitrase :
1.     UU 30 / 1999.
2.     Konvensi New York 1958.
3.     Konvensi Washington 1965.
4.     Uncitral 1982.
5.     Uncitral Model Law 1985.
6.     Lain-lain.

13. Kemudian perlu diperhatikan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase / aps wajib pula memperhatikan berbagai doktrin dan prinsip Hukum Arbitrase, antara lain yakni :

a.      Prinsip iktikad baik semua pihak.
b.     Prinsip kooperasi / kerja sama mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak.
c.     Prinsip non konfrontasi, agar setelah selesai dipecahkan dapat melanjutkan bisnisnya.

14. Campur tangan atau bergabungnya pihak ketiga
         
Pada umumnya proses arbitrase berlangsung antara pihak-pihak yang dari awalnya telah membuat perjanjian arbitrase (yakni ada klausula arbitrase untuk penyelesaian sengketa yang akan timbul dikemudian hari atau setelah terjadi sengketa baru dibuat perjanjian arbitrase. Dan penyelesaiannya dapat melalui lembaga arbitrase, seperti BANI atau dapat pula melalui arbitrase ad-hoc). Biasanya perjanjian arbitrase ini merupakan salah satu bagian dari suatu perjanjian kontrak berbagai bentuk usaha. 
Tetapi kadang-kadang diketemukan sengketa yang mengarahkan tuntutannya  kepada  pihak  yang  sama   sekali   bukan   pihak   dalam  suatu perjanjian arbitrase. Dalam keadaan demikian, timbul masalah apakah mungkin bahwa tuntutan dapat ditujukan kepada pihak yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian arbitrase tadi. Untuk itu perlu kita teliti dan diberi pemecahan dalam keadaan dimana pemohon dan juga termohon bukan merupakan pihak dalam perjanjian arbitrase yang telah disepakati.

a.    Pemohon dari awal bukan merupakan pihak.
Diketemukan beberapa situasi yang harus diperhitungkan, sebagai berikut:
1)  Pemohon pada hakekatnya merupakan pihak dalam suatu perjanjian, walaupun namanya tidak pernah dicantumkan didalam perjanjian.
2)  Pemohon merupakan penerus atas dasar ketetapan hukum (by operation of law) atas hak dan kewajiban pihak yang namanya dicantumkan didalam perjanjian.
3)  Pemohon menjadi pihak dalam suatu perjanjian akibat adanya substitusi dari pihak yang namanya dicantumkan didalam perjanjian karena akibat suatu ketentuan hukum atau adanya consensus untuk novasi.
4)    Pihak asal (pertama) menyerahkan hak dan kewajiban sesuai perjanjian kepada pihak lain termasuk didalamnya perjanjian arbitrase, dan hak-hak lainnya yang timbul dari perjanjian asal.


a)    Keagenan
Terjadi bilamana pemohon bertindak atas nama seseorang/pihak yang  membuat  perjanjian  itu,  yakni  seseorang / pihak yang jelas
namanya maupun yang tidak dimunculkan namanya, atau dimana ia adalah agen dari pihak asal. Atau yang memperoleh hak tadi (beneficiary) maupun kuasanya (trustee). Agen tersebut merupakan pemohon/pihak (resmi) dalam perjanjian yang telah dibuat. Oleh karena itu ia berhak melakukan tuntutan arbitrase.

b)    Suksesi karena berlakunya hukum (operation of law)
Dalam situasi ini, pemohon diberi hak melakukan tuntutan karena berlakunya hukum yang memberi hak/kewajiban kepadanya dari pihak tercantum didalam perjanjian, misalnya merupakan perwakilan dari pihak tercantum didalam perjanjian atau pewarisan.

c)     Novasi
Berdasarkan Undang-undang atau adanya kesepakatan novasi, pemohon telah menggantikan kedudukan pihak asal yang dengan demikian hilang hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Keadaan ini bisa terjadi karena Undang-undang atau novasi, yakni perjanjian antara 2 pihak dengan pihak baru dimana pihak baru ini akan menggantikan salah satu pihak asal dan kedudukan yang sama seperti halnya pihak asal. Pihak asal tidak lagi mempunyai hak untuk berarbitrase dikarenakan status hukum didalam perjanjian telah diserahkan kepada pihak lain.
d)    Penunjukan (assignment)
Dalam situasi semacam ini, pemohon merupakan seseorang yang diangkat sebagai pelaksana perjanjian, apakah sesuai dengan kesepakatan maupun melalui pengangkatan berdasarkan hukum. Untuk itu pemohon “pengganti” memerlukan persetujuan termohon secara tertulis. Posisi hukum pemohon dapat digambarkan sebagai berikut :
i)  Klausula arbitrase tidak melarang atau tidak mencantumkan larangan perjanjian diserah tugaskan kepada orang lain yang diangkat untuk itu.

ii)  Seseorang/pihak yang ditunjuk/ditugaskan berkewajiban melakukan tuntutannya hanya melalui arbitrase (dan tidak melalui Pengadilan), sesuai klausula arbitrase dalam perjanjian, kecuali kalau klausula arbitrase tersebut tegas-tegas menyatakan bahwa klausula tersebut hanya berlaku bagi pihak asal.

iii)  Bilamana telah terjadi suatu penunjukan secara hukum (legal assignment) maka yang ditunjuk itu dapat berarbitrase, dengan catatan bahwa hasilnya merupakna hak/kewajiban dan hanya dapat dinikmati oleh pihak asal.

iv)  Adanya klausula arbitrase didalam perjanjian yang ditunjuk tidak  perlu  serta  merta  melakukan arbitrase, kecuali bilamana adanya tuntutan agar perjanjian dilaksanakan. Jadi posisi pihak yang ditunjuk itu bukan untuk memperoleh hasil tuntutan, tetapi semata-mata melakukan tuntutan arbitrase yang timbul kemudian dari perjanjian.

15. Perjanjian Arbitrase (arbitration clause – submission clause) sebagai sumber hukum.
Ada 2 macam perjanjian arbitrase, yakni pertama yang disepakati dan dibuat sebelum terjadi sengketa, yakni “arbitration clause”. Kemudian kedua setelah terjadi sengketa yang merupakan “submission clause”, “compromis”, “pactum de compromittendo”, “akte van compromis”. Kesemua harus memenuhi syarat, misalnya :
-         perjanjian arbitrase harus selalu dibuat tertulis;
-         mengenai sengketa / selisih pendapat yang timbul, atau yang mungkin timbul di antara para pihak;
-     sengketa / selisih pendapat menyangkut hubungan hukum tertentu (“defined legal relationship”), apakah dengan kontrak atau tidak;
-   sengketa / selisih pendapat itu mengenai masalah yang dapat diselesaikan melalui arbitrase (“arbitable”);
-         para pihak yang bersengketa memiliki kapasitas menurut hukum yang berlaku;
-         perjanjian harus sah menurut hukum yang berlaku terhadap para pihak dimanapun ia berada.

16. Perjanjian arbitrase sebagai sumber jurisdiksi arbiter.
Arbiter merupakan hakim swasta yang dipilih dan diangkat oleh para pihak setelah melalui penelitian dan penyelidikan yang seksama tentang profesionalisme, disiplin ilmu dan keahlian, reputasi, kejujuran, disiplin dan kredibilitasnya (berbeda dengan hakim yang berstatus ahli hukum,  pegawai negeri yang diangkat oleh negara dan memiliki wewenang hukum yang diatur dan dibatasi oleh undang-undang negara). Sedangkan arbiter memperoleh jurisdiksi dan hak / kewajiban hukum berdasar kesepakatan dari para pihak yang mengacu pada prinsip the law of the parties dan the law of procedure. Selanjutnya soal yang berkaitan dengan isi arbitration (submission) clause adalah sebagai berikut :
-    mendefinisikan bentuk sengketa, misalnya mengacu kepada kontrak tertentu.
-    jumlah arbiter, keahlian dan cara-cara pengangkatan.
-    ketentuan apa yang akan diterapkan.
-    hukum yang berlaku terhadap putusan (“award”).
-    wewenang tambahan (“extra juridical power”) yang diberikan kepada arbiter.
-    batas – batas / waktu yang ditetapkan untuk mengakhiri proses.

17. Khusus tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

a.      BANI memiliki arbiter-arbiter bukan saja ahli profesi nasional yang berpengalaman, akan tetapi juga yang berasal dari kebangsaan berbagai negara.

b.   BANI telah memiliki perjanjian kerja sama arbitrase dengan negara – negara Belanda, Jepang, Korea, Hongkong, Pilipina, Singapore, Australia, ICC dan lain-lainnya dan kini sedang dalam perundingan dengan beberapa negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
c.   Para arbiter BANI juga duduk di Badan – badan arbitrase berbagai negara dan menyidangkan / memutus sengketa – sengketa internasional.

d.   Menghadiri pertemuan – pertemuan membahas hukum arbitrase di Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, India, Malaysia, Singapore, Cina, Hongkong, Jepang, Brunei Darussalam, Australia dan lain-lainnya.

e.      Memiliki Wakil Tetap di London – UK (SICA-FICA).

f.       Sedang diusahakan agar BANI jadi pusat arbitrase Asia – Tenggara.
g.     Mengundang beberapa hakim Agung Peradilan Arbitrase Internasional PBB duduk sebagai anggota team penasehat ahli BANI

18. Sebagai akhir kata, beberapa doktrin.
a.      Internasional.
Ketentuan – ketentuan yang dijadikan dasar Arbitrase, teoritis dan praktis adalah sama dan sebangun dimanapun kita berada, tentunya dengan penyesuaian di sana – sini, mendasarkan budaya dan filsafah hukum masing-masing bangsa – negara.

b.     Universal.
Sesuai dengan Pasal 33 Piagam PBB, sengketa bentuk apapun seyogianya dapat saja diselesaikan melalui arbitrase / aps. Bahkan Ketua Mahkamah Agung baru-baru ini telah meresmikan Pusat Mediasi Nasional (PMN) sedangkan BANI sampai hari ini telah berhasil mempersiapkan diri melalui para ahli yang menguasai bukan saja arbitrase umum dan khusus syariah, arbitration on line tetapi juga para professional di bidang mediasi, negosiasi, konsiliasi dan bentuk-bentuk mekanisme penyelesaian sengketa di dunia.

c.     Global.
Dapat menyelesaikan sengketa warga antar – bangsa, tanpa mempersoalkan Kedaulatan negara dan batas-batas negara yang biasa kita ketemukan dalam Hukum Internasional.

d.     Trans – Nasional.
Proses arbitrase / aps dapat dilakukan di manapun di dunia, tergantung dari kehendak dan kesepakatan para pihak yang bersengketa melalui arbitration clause atau submission clause.

----- oOo -----
*)
1.     Chairman, Badan Arbitrase Nasional Indonesia – BANI.
2.  Arbitrator, ICSID, ICC, ICAO, INTELSAT, Arbitration Boards of Singapore, Hongkong, Philippine, Japan, Korea, Australia, the Netherlands.
3.    Patron, The Foundation for International Commercial Arbitration and Alternative Dispute Resolution – SICA/FICA, the Hague – the Netherlands.
4.     Honorary Director, International Institute of Space Law (IISL), Paris.
5.     Member, International Academy of Astronautics (IAA), Paris.
6.     Member, International Astronautical Federation (IAF), Paris.
7.     Lecturer, International Law, Air and Space Law, Telecommunication Law, Arbitration / ADR Law, Various Universities in Indonesia and other countries.
8.     Retired, Deputy Attorney General of the Republic of Indonesia.
9.     Prof. DR. H. SH., Ph.D., C.IISL., D.IAA., Fell.BIS., LAA., FCIArb., FHKArb., FCBArb.
10. Former Deputy Head of the Indonesian Delegation to the United Nations Legal Sub-Committee, Scientific and Technical Sub-Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS), New York – Geneve, 1975-1989. 
11. Legal Advisor, Indonesian Delegation to the WARC-ITU : Geneve, Vienna, Rio de Janeiro, Venetia, Bogota, Quito, etc (1973-1989)
12. Fellow, Chartered Institute of Arbitrators, London, United Kingdom.
13. Fellow, British Interplanetary Society, London, United Kingdom, 1993.
14.Member, Planetary Society, USA.
15.Memiliki / menerima anugerah penghargaan Republik Indonesia sebanyak 14 buah antara lain Bintang Gerilya (Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I.), Bintang Swa Buana Paksa Nararya, Perintis Pembangunan Kedirgantaraan Nasional dan Penghargaan Ilmiah Internasional sebanyak 7 buah

No comments:

Post a Comment