Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional,
merupakan sistem
pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan
presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
- Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
- Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
- Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki
posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif
seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol
presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan
terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu,
biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika
Serikat, Filipina,
Indonesia
dan sebagian besar negara-negara Amerika
Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri sistem presidensial
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu :
- Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
- Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
- Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
- Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
- Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial
Kelebihan
Sistem Pemerintahan Presidensial:
- Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
- Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
- Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
- Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
- Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
- Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
- Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
- Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.
Sistem parlementer
Sistem
parlementer adalah sebuah
sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen
memiliki wewenang dalam mengangkat perdana
menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen
dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap
jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif
pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang
legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena
itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang
eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa
kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik
kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena
kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia
sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik
Weimar Jerman dan Republik Keempat
Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala
negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana
menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau
seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden
terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan
dalam sistem ini.
Negara yang menganut sistem pemerintahan
parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
Ciri-ciri sistem parlementer
Ciri-ciri
pemerintahan parlemen yaitu:
- Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
- Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
- Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
- Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan dan kelemahan sistem parlementer
Kelebihan
Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
- Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
- Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
- Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
- Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
- Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya..
Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi
langsung) atau melalui
perwakilan (demokrasi
perwakilan).[1] Istilah
ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía)
"kekuasaan rakyat",[2] yang
dibentuk dari kata δῆμος (dêmos)
"rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk
pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota
Yunani
Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.[3] Istilah
demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles
sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa
kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat).[4]
Abraham
Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi
sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".[5] Hal
ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan
rakyat mempunyai hak,
kesempatan dan suara
yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.[6] Melalui
demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.[7]
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem
pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin
menyuarakan pendapat mereka.[5] Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut
satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari.[5]
Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal
terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan
hanya laki-laki saja.[8]
Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang
Athena tidak memiliki hak untuk itu.[9]
[8]
Di Indonesia, pergerakan nasional juga
mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme
dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.[10] Bagi Gus Dur,
landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang,
dan berarti juga otonomi
atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai
dengan apa yang dia inginkan.[11]
Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk
menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan
diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.[11]
Sejarah demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk
Yunani, bentuk
sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia.[9]
Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota
yang independen.[9]
Di setiap negara kota
tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu
permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus
atau mufakat.[9]
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani
membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern.[9] Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis)
yang kecil dan independen.[12]
[3]
Negara kota
tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga
demokrasi.[3]
Diantaranya terdapat Athena, negara kota
yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung.[13]
Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan
negarawan.[3]
Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi
di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.[3]
Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes,
seorang bangsawan
Athena.[3]
Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya
setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih
kebijakan.[14]
Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat
menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.[8]
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM.[9]
Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa
perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.[14]
Bentuk-bentuk demokrasi
Secara
umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan.[5]
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk
demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan
suatu keputusan.[5]
Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu
kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik
yang terjadi.[5]
Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di
Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan,
seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya.[5] Di
era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu
negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan
hal yang sulit.[5]
Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan
rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua
permasalahan politik negara.[5]
Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat
memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan
mengambil keputusan bagi mereka.[5]
Prinsip-prinsip demokrasi
Prinsip
demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi
dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[15] Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari
pendapat Almadudi yang
kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".[16]
Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[16]
- Kedaulatan rakyat;
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
- Kekuasaan mayoritas;
- Hak-hak minoritas;
- Jaminan hak asasi manusia;
- Pemilihan yang bebas, adil dan jujur;
- Persamaan di depan hukum;
- Proses hukum yang wajar;
- Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
- Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi
adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada
dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.[17]
Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[17]
- Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
- Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis
Pemilihan
umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan
yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.[4]
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:[4]
- Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
+ komentar + 7 komentar
ijin copy media belaar ya kang, pasti akan jadi sumber referensi dan tercantum. untuk tugas kuliah hehe thanks anyway
sipp... kang
terima kasih
sama2 aih... cantiknya
terima kasih yaa,,, sangat membantu buat selesaikn tugsku nihhh,,,,
thanks....
thxx referensi nya
Post a Comment