Dalam Black Law Dictionary, Small Claim Court
diartikan “a court that informally and expeditiously adjudicates claims
that seek damages below a specified monetary amount, usu. claims to collect
small accounts or debts – also termed small-debts court; conciliation court.”
(Gardner 2004).
Dari definisi yang demikian itu kita dapat
memahami bahwa Small Claim Court memiliki beberapa sifat diantaranya:
(a) Informal yang dapat berarti merupakan mekanisme di luar mekanisme peradilan
pada umumnya;
(b) dilakukan dengan cepat dan efisien (expeditiously);
dan
(c) tuntutan ganti rugi dengan hitungan yang spesifik (specific
monetary amount).
Small Claims Court (SCC) yang kadang di
beberapa negara disebut dengan istilah Small Claim Tribunal
atau Small Claim Procedure lebih banyak berkembang di negara yang
menganut sistem common law. SCC lebih banyak digunakan untuk perkara
perdata berskala kecil yang dapat diselesaikan dengan cara sederhana,
cepat dan biaya murah. SCC juga dianggap sebagai jalan tengah yang menjembatani
antara mekanisme ADR (Alternative Dispute Resolution) yang simpel dan
fleksibel dengan sebuah lembaga yang memiliki otoritas sebagai pengadilan
(Wisnubroto 2003: 8.)
Perkara keperdataan yang dapat ditangani sebuah
SCC antara lain utang piutang, biaya jasa pelayanan, kerusakan barang, jual
beli barang, dan gugatan konsumen. Perkara yang dapat ditanganinya digolongkan
pula sebagai perkara kelas ‘teri’ yang dapat diselesaikan dalam batas waktu
tertentu satu minggu sampai satu bulan dengan hakim tunggal. Kebanyakan perkara
yang diselesaikan melalui SCC diajukan langsung oleh masyarakat tanpa
didampingi oleh pengacara. Di Negara Bagian Arizona di Amerika Serikat
dibedakan perkara yang bisa dan perkara yang tidak bisa ditangani melalui SCC
sebagai berikut:
Perkara yang
dapat diajukan melalui SCC
-
money debts
-
personal injury
-
property damage
-
cancellation of a contract
Perkara yang
tidak dapat diajukan melalui SCC
-
libel or slander
-
injunctive relief
-
class actions
-
criminal matters
-
forcible entry or detainer
-
actions against the state of Arizona
-
prejudgment remedies
-
specific performance
-
traffic violations
-
claims greater than $2,500
Di Indonesia sendiri, gagasan untuk mengadopsi
SCC banyak dipengaruhi oleh beberapa kasus yang terkait dengan hak-hak
konsumen. Kasus-kasus yang diperjuangkan David M.L. Tobing terkait dengan
hak-hak konsumen dengan tuntutan rendah seperti perkara pesawat delay
Lion Air dengan putusan ganti rugi Rp. 718.500 (hukumonline, 20 November 2008)
dan kasus pengelolaan parkir yang ia menangkan dengan tuntutan Rp. 10.000
(detik, 3 Juni 2010). Apalagi kasus yang terakhir ini dikuatkan oleh Mahkamah
Agung menjadi jurisprudensi dan lebih luas lagi bahwa setiap kehilangan
kendaraan di tempat parkir dapat dituntut ganti rugi kepada pengelola parkir.
Small claims court ditujukkan untuk materi gugatan hingga $ 5 ribu atau $ 10.000, tergantung kebijakan masing-masing pengadilan. Negara-negara yang telah menerapkan small claims court seperti Australia, Kanada, Irlandia, Israel, Selandia Baru, Skotlandia, Afrika Selatan, Hong Kong, Inggris dan Wales dan Amerika Serikat. Di Singapore, dikenal dengan Small Claims Tribunals yang dibentuk untuk menangani gugatan maksimal senilai 20 ribu dolar Singapore dengan proses yang tidak terlalu formal.Jika di Indonesia, pengadilan ini belum ada. Jika ada komplain, maka harus lewat pengadilan biasa dan memakan waktu lama.
Dalam small claims court ini, masyarakat yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan tanpa harus didampingi pengacara. Selain itu, proses beracara juga cepat, dari 1 minggu hingga maksimal 1 bulan dengan sidang singkat dengan hakim tunggal.
"Bagaimana dengan Indonesia ? Perlu kiranya mulai memikirkan pengadilan untuk membentuknya tapi tidak perlu sampai membuat pengadilan khusus seperti Tipikor umpamanya.
Nah, jika Indonesia sudah punya small claims court, bagi anda yang membeli DVD film seharga Rp 49ribu tapi ternyata isinya cacat, mungkin bisa di tukar kembali. Tanpa takut dengan klausul: barang yang sudah dibeli tak bisa ditukar.
Beranjak dari kasus demikian, “mata” Dewi Keadilan
sudah mulai terbuka untuk memenuhi hak-hak konsumen yang terabaikan.
Persoalannya, kasus-kasus dengan tuntutan kecil tersebut masih harus
diperjuangkan melalui mekanisme peradilan biasa yang panjang dan rumit. Oleh
karena itu, ada gagasan agar perkara-perkara serupa bisa ditangani oleh
peradilan dengan mekanisme yang lebih sederhana.
Dengan mekanismenya yang sederhana, SCC dianggap
mampu mengurangi beban penumpukan perkara di pengadilan, memangkas proses
beracara yang rumit dan mempermudah masyarakat untuk mencapai keadilan (access
to justice) dengan mengedepankan pemulihan keadaan semula (restorative
justice). Tentu dengan pertimbangan tersebut SCC punya relevansi sebagai
salah satu mechanism yang perlu didorong untuk pembaruan peradilan di
Indonesia.
Sumber :
1. http://yancearizona.net
2. news. detik.com
Sumber :
1. http://yancearizona.net
2. news. detik.com
Post a Comment