Oleh H. Priyatna Abdurrasyid
I Pendahuluan
Bagian
ke-empat dengan judul Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 84, Undang-Undang
No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek berkata:
“Selain penyelesaian gugatan sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaian sengketa
Melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa” .
Dari
kata-kata Pasal 84 tersebut, tampak bahwa Undang-Undang membedakan antara
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Di forum internasional
dalam hal ini ada dua pendapat, yakni yang mengatakan bahwa mekanisme Arbitrase
itu merupakan bagian dari APS, tetapi pendapat lain mengatakan bahwa Arbitrase
berada di luar mekanisme APS. Pembedaan dua aliran ini terdapat hanya disebagian kecil
negara, seperti di salah satu Negara Bagian di Australia. Kebanyakan negara
termasuk Indonesia berpendapat bahwa sebaiknya tidak dipersoalkan masalah ini. Akan
tetapi kalau kita teliti Pasal 84 tersebut terdahulu, jelas mengarah kepada
pendapat bahwa mekanisme Arbitrase itu bukan merupakan salah satu mekanisme
APS. Selanjutnya kalau kita teliti Undang-Undang No.30/1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, jelas tampak dua pengelompokkan. Dikatakan
pada Pasal 1,1 bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
diluar Peradilan Umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan Pasal 1,10 berkata
bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar Pengadilan Umum dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Tampak di sini bahwa Undang-Undang
30/1999 menetapkan mekanisme Arbitrase dan APS secara limitatif dan pada
kenyataannya menyalahi doktrin Arbitrase/APS di forum internasional.
Dalam
era globalisasi sekarang ini terjadi pergeseran kedaulatan negara yang dahulu
bersifat “complete” (lengkap dan mengenai kuantitas) dan “exclusive”
(mengenai kualitas, jadi tidak bisa diganggu gugat) telah mulai berkurang
nilainya Kita mengenal organisasi WTO, ASEAN, dan lain-lainnya yang pada
hakekatnya menimbulkan pengurangan otoritas, jurisdiksi, kedaulatan dan
independensi negara. Karena kenyataan mempunyai akibat di bidang perpajakan
negara, beacukai, transportasi dan lain-lainnya (ingat “open sky policy”
yang dianut Indonesia sekarang di bidang Angkutan Udara).
II BIDANG LINGKUP PENERAPAN MEKANISME ARBITRASE DAN APS
Adalah
tidak benar yang menyatakan bahwa mekanisme Arbitrase dan APS itu hanya dapat
diterapkan di bidang perdata saja. Karena kenyataannya juga dapat diterapkan di
bidang business pada umumnya dan hal-hal di bidang Hukum Publik. Untuk itu
teliti Pasal 33 piagam PBB yang menyatakan “Pacific Settlement of Disputes:
-
Negotiation
-
Enquiry
-
Mediation
-
Conciliation
-
Arbitration
-
Judicial settlement
-
Resort to regional agencies arrangements
-
Other peaceful means of their own choice.
Penyampaian
pokok-pokok tersebut terdahulu jelas diperlukan karena Indonesia pada
saat ini telah menutup berbagai perjanjian di bidang HAKI. Oleh karena itu
tidaklah salah untuk memastikan berbagai doktrin yang berlaku di bidang
Arbitrase dan APS dengan kenyataan bahwa adanya Hukum Arbitrase, doktrin dan
prinsip-prinsip APS dengan sendirinya salah satu sumber-sumbernya adalah Pasal
38 dari Statute Of The International Court Of Justice:
“ 1. The court, whose
function is to decide in accordance with international law such disputes as are
submitted to it, shall apply;
a. International conventions, whether general or
particular, establishing rules expressly
recognized by the contesting states;
b. International custom as evidence of a
general practice accepted as law;
c. The general principles of law recognized by
civilized nations;
d. Subject to the provisions of article 59,
judicial decisions and the teachings of
the most highly qualified
publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of
rules of law
“ 2.This provision shall
not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono,
if parties agree thereto”.
III DOKTRIN
Dari risalah tersebut terdahulu masyarakat Arbitrase dan APS
telah menerima dan menerapkan empat doktrin:
1.
Doktrin internasionalisasi (the doctrine of
internationalization)
Doktrin ini mengetengahkan bahwa dimanapun kita berada, Hukum
Arbitrase /APS memiliki filsafah/
aturan/prinsip/ kebiasaan yang sama. Apalagi PBB berhasil menerbitkan UNCITRAL
MODEL LAW yang tampaknya dijadikan salah satu sumber utama hukum Arbitrase /APS
2.
Doktrin Universalisasi (the doctrine of
universalization)
Dikatakan bahwa sengketa apapun, apakah perdata/business
maupun publik dapat saja diselesaikan melalui Arbitrase /APS selama disepakati
oleh para pihak yang bersengketa.
3.
Doktrin Globalisasi (the doctrine of
globalization)
Yang mengetengahkan bahwa setiap bentuk sengketa dapat
terjadi antara perorangan/kelompok yang berbeda
4.
Doktrin trans-nasionalisasi (the doctrine of
trans-nationalization)
Setiap sengketa dapat diselesaikan di mana saja, asal
ditetapkan secara kesepakatan oleh para pihak yang bersengketa tanpa terikat
oleh ketentuan nasionalnya masing-masing. Maka di sinilah dikatakan berlaku the
law of the parties dan the law of procedures
IV BATASAN
ARBITASE MENURUT PERKEMBANGAN
Menurut
kesepakatan Arbitrase adalah:
-
the reference of a dispute or difference
-
between not less than two persons/ group of
persons
-
for determination
-
after hearing both sides
-
in a simplified judicial manner
-
by another person or persons, being
professionals in their disciplines
-
other than a court of competent jurisdiction
(the law of the parties/the law of procedures).
V FILSAFAH ARBITRASE/APS
Ada tiga filsafah dasar
penyelesaian sengketa yang harus dilengkapi oleh para pihak yang bersengketa
yakni:
-
itikad baik (good faith)
-
kerjasama (cooperation)
-
non konfrontasi (non-confrontation)
Sikap
dan perilaku ini diharapkan dapat menyederhanakan dan memudahkan penyelesaian
sengketa melalui Arbitrase /APS, karena yang dituju adalah penyelesaian
ketidaksepahaman, tanpa meniadakan atau mengurangi hubungan baik sesudah
sengketanya diselesaikan.
VI DISPUTES MANAGEMENT/TRACKING
Setiap
sengketa dapat disalurkan dan diselesaikan melalui jalur-jalur tertentu, yakni:
Fast
Track:
which includes all disputes that can be disposed off promptly-mudah/sederhana
Standard
Track:
which includes all cases that relatively are routine-biasa
Complex
Track:
which includes all cases that are complex because of their subject matter, the
number of parties or for other reasons, dipengaruhi
banyak faktor
VII BEBERAPA MEKANISME ARBITRASE/ADR
Setiap
saat diciptakan mekanisme yang kemudian dimanfaatkan oleh para pihak yang
bersengketa. Perkembangan mekanisme tersebut sampai hari ini adalah sebagai
berikut:
1.
Dialogue
2.
Negotiation
3.
Mediation
4.
Conciliation
5.
Dispute Prevention
6.
Binding Opinion
7.
Valuation
8.
Expert Appraisal
9.
Expert Determination
10.
Special Masters
11.
Ombudsmen
12.
Mini-trial
13.
Private Judges
14.
Summary Trial
15.
Musyawarah untuk mufakat
16.
Runggun Adat
17.
Begundem
18.
Rembug Desa
19.
Hakim Perdamaian
20.
Kerapatan Ninik Mamak
21.
Barangay/Barrio
22.
Quality Arbitration
23.
Arbitration
24.
Combination of Processes
Dalam
prakteknya suatu proses Arbitrase berlangsung sebagai berikut:
v Negotiation
v Mediation/conciliation
v Expert Determination
& Expert Appraisal
v Arbitration
v Combination of
Processes
Masing-masing
diterapkan secara bersama-sama/ keseluruhan atau sendiri-sendiri /tunggal.
Proses tersebut berlangsung berdasarkan:
Ø
Mencari fakta/kebenaran (truth & fact finding)
Ø Menerapkan hukum
(law imposing)
Ø Memecahkan masalah
(problem solving)
VIII BENTUK/ LINGKUP SENGKETA
1.
Patent
2.
Trademark
3.
Design
4.
Intellectual Property Right
5.
Consultation
6.
Copy Right
7.
Agency
8.
Licensing
9.
Franchise
10.
Insurance
11.
Construction
12.
Trade
13.
Industry
14.
Environment
15.
Fabrication
16.
Distribution
17.
Maritime/Shipping
18.
Land/Sea/Air Transportation
19.
Mining
20.
Joint Venture
21.
Banking
22.
Finance
23.
Sport
24.
Air and Space Commercialization
- Aviation
- Direct Broadcasting
- Telecommunication
- Remote Sensing
- Space Commercial Utilization
- Internet
- E-Commerce
IX PERJANJIAN ARBITRASE
Setiap
sengketa atau ketidaksepahaman dapat diselesaikan bilamana dibuat suatu
perjanjian Arbitrase secara tertulis. Penyelesaiannya dapat dilakukan melalui
Lembaga Arbitrase, Arbitrase Ad-hoc adalah Arbitrase yang persiapan, proses dan
administrasinya dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersengketa sendiri. Dapat
juga melalui apa yang disebut “Court – Annex Arbitration”, yakni Arbitrase
tersebut merupakan perintah dari Pengadilan. Perjanjian Arbitrase dapat terjadi
pertama sebelum sengketa terjadi (Arbitration Clause) atau dibuat
setelah sengketa terjadi (Submission Clause). Syarat-syarat Perjanjian
Arbitrase adalah sebagai berikut:
§
The Parties
§
Writing
§
Recitals
§
Date
§
Signature
§
Location
§
Publication
X PERBANDINGAN
ARBITRATION
MEDIATION
§
Tribunal Control Party
Control
§
Imposed Decision Party
Decision
§
Binding Not
Binding
§
Due Process No
Rules
§
Formal Evidence Private
Discussion
LITIGATION ARBITRATION
Imposed System Consensus
Legal Precision Certain Justice
Public Binding Private
Appealable Legally Satisfactory Final
Formal Enforceable Flexible
XI SYARAT-SYARAT ARBITER
1.
Profesional dalam disiplin keahliannya masing-masing
dan mengenal berbagai system hukum yang ada di dunia
2.
Independen/jujur/ bukan konsultan, bukan penasehat,
bukan wakil, bukan pengacara dari yang memilihnya
3.
Mengungkapkan berbagai hal tentang pribadinya yang
mungkin dapat menimbulkan keraguan terhadap ketidakberpihakannya maupun
independensinya
4.
Memiliki kemampuan dan moral memperlakukan pihak yang
bersengketa secara sama dan setingkat (equal & equitable)
5.
Menguasai batas waktu yang disepakati atau ditetapkan
7.
Berhak atas konpensasi
8.
Berhak menerima kerjasama dari para pihak yang
bersengketa
9.
Dapat diingkari
10.
Adanya pernyataan menerima penunjukkan sebagai arbiter
melalui suatu perjanjian (receptum arbitri & pactum arbitri)
11.
Dapat dibebas tugaskan
12.
Tidak dapat dibebani tanggung jawab hukum atas
putusannya kecuali adanya tindakan kriminal
XII SISTEM
HUKUM YANG SEBAIKNYA DIKENAL OLEH PARA ARBITER
/ MEDIATOR
Mengingat bahwa para pihak dapat saja berlatar
belakang berbagai system hukum ada baiknya mereka yang dipilih sebagai
arbiter/mediator mengenal berbagai system hukum yang terkait dengan sengketa,
misalnya:
§
The common law
§
Law of The U.S.A
§
Socialist law
§
Muslim law
§
Law of India
§
Chinese law
§
Japanese law
§
Customary laws
§
Continental law
§
Germanic law
§
Laws of the pacific region
§
Laws of central & south America
Post a Comment