Anggota masyarakat yang sedang membangun mau tidak mau akibat berbagai kegiatan
akan bergesekan satu dengan yang lainnya. Dan di dalam pergesekan tersebut,
tidak dapat dicegah terjadinya pertentangan-pertentangan yang akhirnya akan
menjelma sebagai suatu sengketa atau ketidak sefahaman yang dapat terjadi
setiap saat. Keadaan pertentangan tersebut sekilas tampak tidak berarti dan
kecil sehingga mungkin saja terabaikan akan tetapi tiba-tiba muncul tanpa
diperhitungkan sebelumnya. Dari sejarah kemanusiaan sejak awal kehidupan,
manusia yang terlibat dengan sengketa / pertentangan merasakan perlu adanya
ketentuan-ketentuan penyelesaian, meniadakan atau setidak-tidaknya mengurangi
kadar yang dapat merugikan. Tata cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui perorangan, institusi, kelompok, wilayah atau negara. Dalam usaha-usaha
penyelesaiannya, akan tampak bahwa bentuk sengketa beraneka ragam dan keaneka
ragamannya menentukan inti permasalahan, setiap permasalahan memiliki sekian
banyak liku-liku. Akan tetapi pada
akhirnya inti pokoknya akan
muncul ke permukaan. Berbagai faktor individual maupun pengaruh
lingkungan akan menguasai emosi para pihak yang bersengketa tanpa disadari
bahwa kehidupan manusia telah diatur dan dipermudah oleh ketentuan-ketentuan
hukum, yang memiliki jalur-jalur pasti, dalam jalur mana dapat dicarikan
penyelesaiannya. Maka didalam usaha menelusuri jalur-jalur hukum tersebut,
peranan para ahli hukum dan para ahli profesi lainnya sangat menentukan.
Keputusan para ahli ini dapat dilakukan melalui lembaga resmi negara seperti
Pengadilan Negeri, atau yang kini telah berlangsung sejak lama di forum
nasional maupun internasional, dilakukan melalui mekanisme Arbitrase /
Alternatif Penyelesaian Sengketa – APS, (Alternative Dispute Resolution – ADR)
yang memiliki hukum/ketentuan/kebiasaan-kebiasaan khusus. Oleh karena itu bagi
mereka yang menggeluti berbagai profesi, alangkah efektifnya bilamana menguasai
peraturan – prinsip – kebiasaan Hukum Arbitrase / APS. Hukum Arbitrase / APS
yang merupakan percampuran – pertautan berbagai sistem hukum di dunia, yang
bersifat internasional, universal, global dan trans nasional agar dapat
melakukan usaha-usaha penyelesaian sengketa yang mungkin sedang dihadapi
melalui Arbitrase / APS. Prinsip-prinsip apakah dan bidang-bidang hukum mana
saja yang perlu dikenal oleh para ahli berbagai profesi tersebut.
1. Yang pasti para pihak yang bersengketa dan
terjun dalam usaha kegiatan bisnis apapun membutuhkan asistensi para ahli
profesi, pengacara dan ahli-ahli lain, karena hanya merekalah yang dapat
menunjukan jalan hukum dan bisnis melalui jalur yang paling tepat.
2. Perlu diketahui bahwa yang didefinisikan
sebagai Arbitrase itu adalah menyerahkan sengketa / ketidak sefahaman yang
terjadi di antara 2 orang / pihak atau lebih untuk diberi putusan, setelah
didengar ke-2 belah pihak yang bersengketa, melalui hukum / aturan yang
disepakati bersama (the law of the parties – law of procedure),
yang dilakukan oleh pihak ke-3 yang professional dan memberikan putusannya dan
disepakati diterima secara final dan mengikat (dan bukan merupakan Pengadilan
Negeri akan tetapi diakui sebagai Pengadilan Swasta) dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
3. Memiliki tata-cara penyelesaian sengketa
melalui Hukum Arbitrase / APS melalui kemampuan menilai apakah
sengketa-sengketa yang timbul dapat diselesaikan berdasarkan jalur-jalur
sebagai berikut:
1) Fast track, yakni yang sifatnya sederhana dan kadang-kadang
lebih baik diselesaikan melalui mediasi (dan kalau melalui arbitrase dengan
arbiter tunggal) yang mengarah kepada win-win solution, karena dinilai
sebaiknya diselesaikan bukan melalui law imposing (penerapan hukum
secara mutlak), atau truth / fact finding (melihat kebelakang apa
sebenarnya yang telah terjadi), akan tetapi mengarah kepada problem solving
yang bersifat win-win dan melihat kedepan. Oleh karena itu perlu
diteliti apakah bentuk arbitrase yang akan dilakukan itu adalah, general
arbitration (menyelesaikan berbagai bentuk dan macam sengketa yang
terjadi), atau restricted arbitration (beberapa macam dan bentuk
sengketa tidak dibenarkan diselesaikan melalui arbitrase), atau narrow arbitration
(disepakati hanya untuk sengketa-sengketa tertentu saja).
2)
Standard track, sengketa yang sifatnya rutin.
3)
Complex track, sengketa yang sifatnya penuh kompleksitas.
4. Dipelajari apakah ada perjanjian arbitrase
(arbitration clause) dan apakah perjanjian ini memenuhi
persyaratan-persyaratan dan berisikan elemen-elemen, sebagai berikut.
1.
The parties.
2.
In writing.
3.
Recitals.
4.
Date.
5.
Signature.
6.
Location.
7.
Publication.
5. Sengketa – selisih pendapat dapat diselesaikan melalui
sistem / mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (aps), yakni :
1.
Dialogue.
2.
Negotiation.
3.
Mediation.
4.
Conciliation.
5.
Dispute Prevention.
6.
Binding opinion.
7.
Valuation.
8.
Expert Appraisal.
9.
Expert Determination.
10. Special
Masters.
11. Ombudsmen.
12. Minitrial.
13. Private
Judges.
14. Summary
Trial.
15. Musyawarah
untuk mufakat.
16. Runggun
Adat.
17. Begundem.
18. Rembug
Desa.
19. Hakim
Perdamaian.
20. Barangay
/ Barrio.
21. Quality
Arbitration.
22. Arbitration.
23. Combination
of Processes.
6.
Berbagai sengketa selalu dapat diselesaikan melalui
mekanisme Arbitrase / APS. Sengketa-sengketa tersebut misalnya yang mengenai:
a.
Patent.
b.
Design.
c.
Intellectual Property Right.
d.
Consultation.
e.
Copy Right.
f.
Agency.
g.
Licensing.
h.
Franchise.
i.
Insurance.
j.
Construction.
k.
Trade.
l.
Industry.
m.
Environment.
n.
Fabrication.
o.
Distribution.
p.
Maritime / Shipping.
q.
Land/Sea/Air Transportation.
r.
Mining.
s.
Joint Venture.
t.
Banking.
u.
Finance.
v.
Sport.
w.
Air and Space Commercialization.
1)
Aviation.
2)
Direct Broadcasting.
3)
Telecommunication.
4)
Remote Sensing.
5)
Space Commercial Utilization.
6)
Internet.
x. E-Commerce
7.
Alangkah baiknya kalau para konsultan hukum / pengacara
yang dilibatkan mengenal berbagai sistem hukum dunia, yakni :
Comparative
Law (the study of the various world legal systems).
-
The Common Law.
-
Laws of the U.S.A.
-
Socialist Law.
-
Muslim Law.
-
Law of India.
-
Chinese Law.
-
Japanese Law.
-
Laws of Africa and Madagascar.
-
Customary Laws.
-
Continental Law.
-
Germanic Law.
-
Laws of the Pacific Region.
-
Laws of Central and South Americas.
-
Laws, doctrines, principles of Arbitration – ADR.
8.
Perbandingan Arbitrase – Mediasi.
Arbitration
: Mediation :
- Tribunal
Control. - Party Control.
- Imposed
Decision. - Party Decision.
- Binding. - Not Binding.
- Due
Process - No Rules.
- Formal
Evidence. - Private
Discussion.
9.
Perbandingan Litigasi – Arbitrase.
Litigation Arbitration
- Imposed system. - Consensus.
- Legal Precision.
- Certain. - - Justice.
- Public. -
Binding. - - Private.
- Appealable.
- Legally Satisfactory. - - Final.
- Formal -
Enforceable. - -Flexible.
10. Tata
cara pemilihan arbiter.
·
Majelis :
-
disepakati bersama.
-
Ditetapkan
oleh suatu Lembaga Arbitrase / aps seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI).
Akan tetapi perlu diingat, bahwa mereka yang
dipilih / diangkat bukan wakil, konsultan, penasihat, pengacara dari yang
memilih/mengangkat tadi.
11. Syarat
– syarat arbiter.
-
Mastering E-commerce, familiar with issues of various
systems of the law.
-
Independent.
-
No secrecy in conjunction with facts / issues /
circumstances, which might give rise to any doubt as to his independence /
impartiality.
-
Equal treatment / equitable.
-
Concern with the time limitation.
-
Confidential.
-
Right to remuneration.
-
Entitle to honest cooperation.
-
Challengable.
-
Contract of investiture / receptum arbitrii.
-
May be dismissed.
12. Beberapa
ketentuan arbitrase :
1.
UU 30 / 1999.
2.
Konvensi New
York 1958.
3.
Konvensi Washington
1965.
4.
Uncitral 1982.
5.
Uncitral Model Law 1985.
6.
Lain-lain.
13. Kemudian
perlu diperhatikan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase / aps wajib
pula memperhatikan berbagai doktrin dan prinsip Hukum Arbitrase, antara lain
yakni :
a.
Prinsip iktikad baik semua pihak.
b. Prinsip kooperasi / kerja sama mencari
penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak.
c.
Prinsip non konfrontasi, agar setelah selesai
dipecahkan dapat melanjutkan bisnisnya.
14.
Campur tangan atau bergabungnya pihak ketiga
Pada umumnya proses arbitrase
berlangsung antara pihak-pihak yang dari awalnya telah membuat perjanjian
arbitrase (yakni ada klausula arbitrase untuk penyelesaian sengketa yang akan
timbul dikemudian hari atau setelah terjadi sengketa baru dibuat perjanjian
arbitrase. Dan penyelesaiannya dapat
melalui lembaga arbitrase, seperti BANI atau dapat pula melalui arbitrase
ad-hoc). Biasanya perjanjian arbitrase ini merupakan salah satu bagian dari
suatu perjanjian kontrak berbagai bentuk usaha.
Tetapi
kadang-kadang diketemukan sengketa yang mengarahkan tuntutannya kepada
pihak yang sama
sekali bukan pihak
dalam suatu perjanjian arbitrase. Dalam keadaan demikian, timbul
masalah apakah mungkin bahwa tuntutan dapat ditujukan kepada pihak yang bukan
merupakan pihak dalam perjanjian arbitrase tadi. Untuk itu perlu kita teliti dan
diberi pemecahan dalam keadaan dimana pemohon dan juga termohon bukan merupakan
pihak dalam perjanjian arbitrase yang telah disepakati.
a. Pemohon dari awal bukan merupakan pihak.
Diketemukan beberapa situasi yang
harus diperhitungkan, sebagai berikut:
1) Pemohon pada hakekatnya merupakan pihak dalam suatu
perjanjian, walaupun namanya tidak pernah dicantumkan didalam perjanjian.
2) Pemohon merupakan penerus atas dasar ketetapan hukum (by
operation of law) atas hak dan kewajiban pihak yang namanya dicantumkan
didalam perjanjian.
3) Pemohon menjadi pihak dalam suatu perjanjian akibat
adanya substitusi dari pihak yang namanya dicantumkan didalam perjanjian karena
akibat suatu ketentuan hukum atau adanya consensus untuk novasi.
4) Pihak asal (pertama) menyerahkan hak dan kewajiban
sesuai perjanjian kepada pihak lain termasuk didalamnya perjanjian arbitrase,
dan hak-hak lainnya yang timbul dari perjanjian asal.
a)
Keagenan
Terjadi bilamana pemohon bertindak atas nama
seseorang/pihak yang membuat perjanjian
itu, yakni seseorang / pihak yang jelas
namanya maupun yang tidak dimunculkan namanya, atau
dimana ia adalah agen dari pihak asal. Atau yang memperoleh hak tadi (beneficiary)
maupun kuasanya (trustee). Agen tersebut merupakan pemohon/pihak (resmi)
dalam perjanjian yang telah dibuat. Oleh karena itu ia berhak melakukan
tuntutan arbitrase.
b)
Suksesi karena berlakunya hukum (operation of law)
Dalam situasi ini, pemohon diberi hak melakukan tuntutan karena berlakunya hukum yang memberi hak/kewajiban kepadanya dari pihak tercantum didalam perjanjian, misalnya merupakan perwakilan dari pihak tercantum didalam perjanjian atau pewarisan.
c)
Novasi
Berdasarkan Undang-undang atau adanya kesepakatan novasi, pemohon telah menggantikan kedudukan pihak asal yang dengan demikian hilang hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Keadaan ini bisa terjadi karena Undang-undang atau novasi, yakni perjanjian antara 2 pihak dengan pihak baru dimana pihak baru ini akan menggantikan salah satu pihak asal dan kedudukan yang sama seperti halnya pihak asal. Pihak asal tidak lagi mempunyai hak untuk berarbitrase dikarenakan status hukum didalam perjanjian telah diserahkan kepada pihak lain.
d)
Penunjukan (assignment)
Dalam situasi semacam ini, pemohon merupakan seseorang
yang diangkat sebagai pelaksana perjanjian, apakah sesuai dengan kesepakatan
maupun melalui pengangkatan berdasarkan hukum. Untuk itu pemohon “pengganti”
memerlukan persetujuan termohon secara tertulis. Posisi hukum pemohon dapat
digambarkan sebagai berikut :
i) Klausula arbitrase tidak melarang atau tidak
mencantumkan larangan perjanjian diserah tugaskan kepada orang lain yang
diangkat untuk itu.
ii) Seseorang/pihak yang ditunjuk/ditugaskan berkewajiban
melakukan tuntutannya hanya melalui arbitrase (dan tidak melalui Pengadilan),
sesuai klausula arbitrase dalam perjanjian, kecuali kalau klausula arbitrase
tersebut tegas-tegas menyatakan bahwa klausula tersebut hanya berlaku bagi
pihak asal.
iii) Bilamana telah terjadi suatu penunjukan secara hukum (legal
assignment) maka yang ditunjuk itu dapat berarbitrase, dengan catatan
bahwa hasilnya merupakna hak/kewajiban dan hanya dapat dinikmati oleh pihak
asal.
iv) Adanya
klausula arbitrase didalam perjanjian yang ditunjuk tidak perlu
serta merta melakukan arbitrase, kecuali bilamana adanya tuntutan agar perjanjian
dilaksanakan. Jadi posisi pihak yang ditunjuk itu bukan untuk memperoleh hasil
tuntutan, tetapi semata-mata melakukan tuntutan arbitrase yang timbul kemudian
dari perjanjian.
15. Perjanjian
Arbitrase (arbitration clause – submission clause) sebagai sumber hukum.
Ada 2 macam perjanjian arbitrase, yakni pertama
yang disepakati dan dibuat sebelum terjadi sengketa, yakni “arbitration
clause”. Kemudian kedua setelah terjadi sengketa yang merupakan
“submission clause”, “compromis”, “pactum de compromittendo”, “akte van
compromis”. Kesemua harus memenuhi syarat, misalnya :
-
perjanjian
arbitrase harus selalu dibuat tertulis;
-
mengenai
sengketa / selisih pendapat yang timbul, atau yang mungkin timbul di antara
para pihak;
- sengketa / selisih pendapat menyangkut hubungan hukum
tertentu (“defined legal relationship”), apakah dengan kontrak atau tidak;
- sengketa
/ selisih pendapat itu mengenai masalah yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase (“arbitable”);
-
para
pihak yang bersengketa memiliki kapasitas menurut hukum yang berlaku;
-
perjanjian
harus sah menurut hukum yang berlaku terhadap para pihak dimanapun ia berada.
16. Perjanjian arbitrase sebagai sumber
jurisdiksi arbiter.
Arbiter merupakan hakim swasta yang
dipilih dan diangkat oleh para pihak setelah melalui penelitian dan
penyelidikan yang seksama tentang profesionalisme, disiplin ilmu dan keahlian,
reputasi, kejujuran, disiplin dan kredibilitasnya (berbeda dengan hakim yang
berstatus ahli hukum, pegawai negeri
yang diangkat oleh negara dan memiliki wewenang hukum yang diatur dan dibatasi
oleh undang-undang negara). Sedangkan arbiter memperoleh jurisdiksi dan
hak / kewajiban hukum berdasar kesepakatan dari para pihak yang mengacu pada
prinsip the law of the parties dan the law of procedure.
Selanjutnya soal yang berkaitan dengan isi arbitration (submission) clause
adalah sebagai berikut :
- mendefinisikan bentuk sengketa, misalnya mengacu kepada kontrak
tertentu.
- jumlah arbiter, keahlian dan cara-cara pengangkatan.
- ketentuan apa yang akan diterapkan.
- hukum yang berlaku terhadap
putusan (“award”).
- wewenang tambahan (“extra
juridical power”) yang diberikan kepada arbiter.
- batas – batas / waktu yang
ditetapkan untuk mengakhiri proses.
17. Khusus tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI).
a. BANI memiliki arbiter-arbiter bukan saja
ahli profesi nasional yang berpengalaman, akan tetapi juga yang berasal dari
kebangsaan berbagai negara.
b. BANI telah memiliki perjanjian kerja sama
arbitrase dengan negara – negara Belanda, Jepang, Korea, Hongkong, Pilipina,
Singapore, Australia, ICC dan lain-lainnya dan kini sedang dalam perundingan
dengan beberapa negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
c. Para arbiter BANI juga duduk di Badan –
badan arbitrase berbagai negara dan menyidangkan / memutus sengketa – sengketa
internasional.
d. Menghadiri pertemuan – pertemuan membahas
hukum arbitrase di Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, India,
Malaysia, Singapore, Cina, Hongkong, Jepang, Brunei Darussalam, Australia dan
lain-lainnya.
e.
Memiliki Wakil Tetap di London – UK (SICA-FICA).
f. Sedang diusahakan agar BANI jadi pusat
arbitrase Asia – Tenggara.
g.
Mengundang beberapa hakim Agung Peradilan Arbitrase
Internasional PBB duduk sebagai anggota team penasehat ahli BANI
18.
Sebagai akhir kata,
beberapa doktrin.
a.
Internasional.
Ketentuan – ketentuan yang dijadikan dasar
Arbitrase, teoritis dan praktis adalah sama dan sebangun dimanapun kita berada,
tentunya dengan penyesuaian di sana – sini, mendasarkan budaya dan filsafah
hukum masing-masing bangsa – negara.
b.
Universal.
Sesuai dengan Pasal 33 Piagam PBB,
sengketa bentuk apapun seyogianya dapat saja diselesaikan melalui arbitrase /
aps. Bahkan Ketua Mahkamah Agung baru-baru ini telah meresmikan Pusat Mediasi
Nasional (PMN) sedangkan BANI sampai hari ini telah berhasil mempersiapkan diri
melalui para ahli yang menguasai bukan saja arbitrase umum dan khusus syariah,
arbitration on line tetapi juga para professional di bidang mediasi, negosiasi,
konsiliasi dan bentuk-bentuk mekanisme penyelesaian sengketa di dunia.
c.
Global.
Dapat menyelesaikan sengketa warga antar – bangsa, tanpa mempersoalkan
Kedaulatan negara dan batas-batas negara yang biasa kita ketemukan dalam Hukum
Internasional.
d.
Trans – Nasional.
Proses arbitrase / aps dapat dilakukan di manapun di dunia,
tergantung dari kehendak dan kesepakatan para pihak yang bersengketa melalui arbitration
clause atau submission clause.
----- oOo -----
*)
1.
Chairman, Badan Arbitrase
Nasional Indonesia – BANI.
2. Arbitrator, ICSID, ICC,
ICAO, INTELSAT, Arbitration Boards of Singapore,
Hongkong, Philippine, Japan,
Korea, Australia, the Netherlands.
3. Patron, The Foundation for
International Commercial Arbitration and Alternative Dispute Resolution –
SICA/FICA, the Hague – the Netherlands.
4. Honorary Director,
International Institute of Space Law (IISL), Paris.
5. Member, International Academy of Astronautics (IAA), Paris.
6. Member, International
Astronautical Federation (IAF), Paris.
7. Lecturer, International Law,
Air and Space Law, Telecommunication Law, Arbitration / ADR Law, Various
Universities in Indonesia and other countries.
8. Retired, Deputy Attorney
General of the Republic
of Indonesia.
9. Prof. DR. H. SH., Ph.D.,
C.IISL., D.IAA., Fell.BIS., LAA., FCIArb., FHKArb., FCBArb.
10. Former Deputy Head of the
Indonesian Delegation to the United Nations Legal Sub-Committee, Scientific and
Technical Sub-Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS), New
York – Geneve, 1975-1989.
11. Legal Advisor, Indonesian
Delegation to the WARC-ITU : Geneve, Vienna, Rio de Janeiro, Venetia, Bogota,
Quito, etc
(1973-1989)
12. Fellow, Chartered Institute of Arbitrators,
London, United Kingdom.
13. Fellow, British
Interplanetary Society, London,
United Kingdom, 1993.
14.Member, Planetary Society,
USA.
15.Memiliki / menerima anugerah penghargaan Republik Indonesia sebanyak
14 buah antara lain Bintang Gerilya (Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I.), Bintang
Swa Buana Paksa Nararya, Perintis Pembangunan Kedirgantaraan Nasional dan
Penghargaan Ilmiah Internasional sebanyak 7 buah
Post a Comment